“Membangun kembali dengan lebih baik” berarti memulihkan hak kolektif dan kewajiban-kewajiban negara

Pandemi COVID-19 dan dampak sosial serta ekonominya yang menghancurkan telah membuka kerapuhan sistem ekonomi saat ini – sistem yang memprioritaskan keuntungan pribadi di atas orang-orang; dan hak istimewa kekayaan perusahaan di atas kesehatan publik dan kesejahteraan komunitas kita. Selama empat dekade terakhir, privatisasi barang dan jasa publik atas nama efisiensi hanya menciptakan lebih banyak peluang bagi konglomerat swasta dan perusahaan transnasional untuk mengembangkan bisnis mereka dan meningkatkan keuntungan mereka, sementara pemerintah mundur dari kewajiban-kewajiban konstitusional mereka untuk melindungi mata pencaharian. kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Pekerjaan, perlindungan sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan berubah dari hak menjadi aspirasi. Dan sekarang kita membayar harganya.

Model pertumbuhan berorientasi ekspor yang bergantung pada investasi asing menciptakan sistem ekonomi yang rapuh dan rentan yang runtuh dalam beberapa minggu setelah pandemi global. Bagi kebanyakan negara ASEAN, semua pertumbuhan ekonomi sejak berakhirnya Krisis Keuangan Asia tahun 1998 akan karam pada bulan September. Pertumbuhan dua dekade itu musnah hanya dalam enam bulan. Ini bukan sekadar suatu indikasi betapa parahnya krisis ekonomi. Ini memperlihatkan betapa dangkal, betapa tidak mendalamnya, pertumbuhan 20 tahun terakhir itu. Kekayaan perusahaan meningkat, ekspor tumbuh, PDB meroket, tetapi kemiskinan dan ketimpangan juga meningkat. Layanan publik, perlindungan sosial, pekerjaan permanen – semuanya penting untuk ekonomi yang tangguh – menurun. Dengan informalisasi ekonomi yang lebih besar, terdapat lebih banyak fleksibilitas tetapi bahkan kerentanan yang lebih besar. Jauh dari tangguh seperti bambu, mampu menyerap guncangan-guncangan dan melengkung karena badai, perekonomian yang rapuh telah hancur seperti kaca.

Dorongan tanpa henti untuk ‘fleksibilitas’ selama empat dekade terakhir membongkar perlindungan sosial dan perlindungan tenaga kerja yang sangat penting untuk ketahanan ekonomi. Para pemerintah menggunakan Indeks Kemudahan Berbisnis milik Bank Dunia sebagai ukuran kemajuan. Menaikkan peringkat Kemudahan Berbisnis berarti memperkenalkan fleksibilitas dan regulasi ulang yang lebih besar, mendorong lebih banyak pekerja ke dalam pekerjaan yang tidak aman (melalui kontrak dan outsourcing/alih daya) dan ekonomi informal yang tidak diatur. Thailand, misalnya, dipandang sukses ketika naik dari peringkat 34 menjadi ke 21 dalam peringkat Kemudahan Berbisnis. Namun pada saat yang sama tingkat kemiskinan meningkat menjadi 10%, dengan 2 juta orang lainnya jatuh miskin. Yang lebih signifikan adalah fakta bahwa orang-orang dengan distribusi pendapatan 40% terendah di Thailand mengalami penurunan upah riil dan penurunan pendapatan. Dan ini terjadi sebelum pandemi dan krisis COVID-19.

Untuk ‘membangun kembali dengan lebih baik’ kita perlu memulihkan semua yang dibongkar dan ditinggalkan atas nama fleksibilitas. Kita perlu menasionalisasi industri dan layanan penting termasuk kesehatan, energi, air, transportasi, dan memulihkan pengeluaran publik untuk mendukung pendidikan, perumahan, makanan & gizi, serta perlindungan sosial dan penciptaan lapangan kerja. Kita perlu membangun ketahanan dalam ekonomi yang sesuai dengan sumber daya dan ketahanan komunitas kita dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Kita perlu mengabaikan Kemudahan Berbisnis milik Bank Dunia sebagai ukuran kemajuan dan sebaliknya menegaskan kembali hak konstitusional rakyat kita atas perlindungan sosial, kesejahteraan, dan untuk memastikan kehidupan yang layak dengan martabat manusia. Untuk ‘membangun kembali dengan lebih baik’, kita perlu membangunnya untuk semua orang, bukan hanya segelintir orang yang memiliki hak istimewa. Kita perlu membangun ekonomi yang berkelanjutan secara ekologis yang melayani masyarakat dan melindungi lingkungan tempat kita tinggal. Untuk ‘membangun kembali dengan lebih baik’, kita perlu melakukan yang lebih baik dari ini.

Dr Hidayat Greenfield, IUF Asia/Pacific, 17 Agustus 2020

Published by Hidayat

IUF Asia/Pacific Regional Secretary

Leave a Reply

Discover more from IUF Asia/Pacific

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading